Thursday, May 8, 2008
DEXTER
Tema kematian memang selalu menarik untuk digali dan dijadikan inspirasi bagi sineas-sineas pertelevisian, khususnya di Amerika. Tengok saja Six Feet Under, Bones, CSI, Ghost Whisperer, sampai yang sedang naik daun, Pushing Daisies. Meskipun dikemas secara beragam dengan pendekatan yang berbeda, namun serial-serial televisi yang disebutkan diatas tadi memiliki benang merah yang sama, yaitu kematian. Dan kini dari sudut pandang yang sangat berbeda, kehadiran Dexter seolah-olah melengkapi serial-serial bertema kematian.

Diangkat dari novel berjudul Darkly Dreaming Dexter karya Jeff Lindsay, serial ini berkutat pada kehidupan sehari-hari seorang sosok sosiopat dan pembunuh berantai bernama Dexter Morgan yang diperankan oleh Michael C. Hall (juga bermain apik dalam Six Feet Under). Digambarkan sebagai pria yang cerdas, tampan dan memiliki sense of humor yang tinggi, hampir tak ada satupun orang mengetahui tentang hobi aneh Dexter yang berbeda dari kebanyakan orang, yaitu membunuh. Satu-satunya orang yang tahu tentang kelainan jiwa yang dimiliki oleh Dexter adalah Harry Morgan, seorang detektif kepolisian Miami yang mengadopsi Dexter sejak masih kanak-kanak.

Tak lama setelah mengadopsi Dexter, Harry menyadari bahwa Dexter cilik berbeda dari anak-anak sebayanya. Ia gemar membunuh binatang dan memotong-motongnya. Dan seiring dengan tumbuhnya Dexter menjadi seorang pria dewasa, hasrat membunuhnya pun semakin besar, sehingga Harry terpaksa mengambil satu langkah unik supaya Dexter dapat menyalurkan hobi aneh tersebut, yaitu dengan mengijinkan Dexter untuk membunuhi orang-orang jahat saja (khususnya para pembunuh berantai yang lolos dari jeratan hukum). Ijin ini dinamakan The Code of Harry. Di siang hari Dexter membantu kepolisian Miami sebagai pakar CSI spesialis peneliti noda percikan darah. Sementara di malam hari ia membuntuti para pembunuh, mengumpulkan bukti untuk melawan mereka, dan mempelajari dosa-dosa mereka sebelum memotong-motong para pembunuh itu. Ya, bisa dikatakan Dexter adalah seorang pembunuh obsesif sekaligus pahlawan. Ia adalah Hannibal Lecter, sekaligus Clarice Starling.

Untuk semakin memahami jalan pikiran Dexter, maka penonton dibantu dengan narasi yang disampaikan olehnya sendiri. Dengan sentuhan humor satir, dari sudut pandangnya Dexter menyampaikan apa yang ia lihat, dengar dan rasakan kepada pemirsa. Dan seperti yang telah disampaikan sebelumnya, diluar dari kelainan jiwa-nya, Dexter memiliki kepribadian yang amat menyenangkan bagi orang-orang terdekatnya, terutama bagi sang kekasih, Rita.

Munculnya karakter anti-hero seperti Dexter Morgan sebetulnya bukanlah yang pertama kali. Karakter semacam ini mulai populer melalui sosok Tony Soprano dalam serial The Sopranos. Melalui tokoh-tokoh seperti mereka inilah para penonton diajak untuk menyelami labirin alam pikiran manusia. Betapa rumitnya jalan pikiran manusia sehingga kita tak dapat memandang sesuatu hanya secara hitam dan putih saja. Walaupun apa yang dilakukan Dexter sangat bertentangan dengan hukum dan moral, tapi ada kalanya secara situasional hal tersebut dapat diterima.

Labels:

 
posted by Ronn at 11:49 AM | Permalink |


0 Comments: